Kamar Kost Bung Karno di Jl Peneleh Surabaya

Kamar Kost Bung Karno di Jl Peneleh Surabaya – Bung karno atau Soekarno merupakan proklamator founding father atau bapak yang memproklasikan kemerdekaan negara Republik Indonesia, semua jejak bung karna kini menjadi sejarah, salah satunya adalah Kamar kost di rumah HOS Cokroaminoto Jl Peneleh Surabaya.

Sukarno muda, HOS Tjokroaminoto dan sejumlah aktivis pergerakan bangsa Indonesia pernah tinggal di sebuah rumah di Jalan Peneleh 7, Surabaya. Namun nilai sejarah yang ada di dalam rumah bernomor 29-31 malah hanya sedikit orang yang tahu. Warga sebelumnya nggak tahu kalau rumah ini pernah ditempati HOS Tjokroaminoto dan rumah kos presiden pertama. Informasi jika rumah tersebut pernah menjadi kos Bung Karno, datang pertama kali dari putri Sukarno, Sukmawati. Bu Sukma menerangkan, berdasarkan catatan Pak Karno, beliau pernah tinggal di Peneleh 7 No 29-31 dekat Sungai Kalimas.

Setelah dilakukan penyelidikan, informasi Sukmawati ternyata benar. Salah satu yang ikut membenarkan adalah istri Soenarjo, Ketua RT pada masa itu. Setelah Pak Karno menjadi tahanan politik, hubungan beliau dengan Pak Soenarjo terputus. Rumah seluas 9 x 13 meter ini kabarnya dibeli HOS Tjokroaminoto dari seseorang keturunan Arab pada tahun 1902. Olehnya rumah itu disewakan ke aktivis muda seperti Sukarno, Semaoen, Alimin, Musso, Kartosoewirjo. Setelah Bung Karno menjadi presiden dan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, keluarga HOS Tjokroaminoto diboyong ke Jakarta. HOS Tjokroaminoto juga dibelikan sebuah rumah di kawasan Ngagel Jaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya. Rumah itu sampai sekarang masih berdiri utuh. Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, pada tahun 1971, ada anggota TNI AD yang menempati rumah di Peneleh itu dengan membawa 'surat sakti'.

Ketika sang tentara selesai bertugas di Surabaya, rumah tersebut tidak dikembalikan lagi ke ahli waris HOS Tjokoroaminoto melainkan dikoskan lagi. Hasil dari usaha kos tersebut dibagi hasil, separuh ke anggota TNI AD tersebut, dan separuhnya ke RT sebagai pengelola rumah kos.








Banyak jejak Bung Karno di kawasan Peneleh, Surabaya. Salah satunya di Rumah H.O.S Tjokroaminoto, Jalan Peneleh Gg. VII No. 29-31. Hingga kini, Rumah H.O.S Tjokroaminoto terawat dan menjadi salah satu museum di Surabaya. Rumah ini berisi jejak dan peninggalan Tjokroaminoto dan para tokoh pergerakan nasional lainnya. Salah satunya Ir. Soekarno alias Bung Karno. Seperti yang disebutkan para sejarawan, Bung Karno lahir di Surabaya. Namun masa kecilnya banyak dihabiskan di kota-kota berbeda. Sebab sang ayah, Raden Soekeni Sosrodihardjo sering berpindah-pindah sebagai guru. Namun setelah lulus dari Europeesche Lagere School (ELS) pada 1916, Soekarno bertolak ke Surabaya untuk mengenyam pendidikan di Hoogere BurgerSchool (HBS), yang setara dengan SMA di masa kini. Berbekal tas dan beberapa potong baju, dengan penuh tekad, Soekarno melangkah menaiki kereta dari Stasiun Mojokerto tujuan Surabaya. Ia kembali ke kota kelahiran dengan perasaan asing.

Berdasarkan catatan di Museum H.O.S Tjokroaminoto, Raden Soekeni yang menghendaki Soekarno mengenyam pendidikan lebih tinggi. Sang ayah mempercayai anaknya tinggal di rumah kos milik salah satu tokoh besar H.O.S Tjokroaminoto, yang kemudian dijuluki sebagai Guru Bangsa. Soekeni berharap, Putra Sang Fajar dididik menjadi orang 'besar' oleh Tjokroaminoto. Sebab waktu itu, Tjokroaminoto sudah dipercaya banyak orang tua sebagai induk semang yang baik dalam mendidik dan mengayomi para pelajar. Soekeni juga berharap Soekarno tidak terpengaruh budaya barat selama mengenyam pendidikan di sekolah Belanda tersebut. Pengaruh yang diberikan Pak Tjokro diharapkan mampu meningkatkan jiwa nasionalisme dalam diri Soekarno.

Kos tersebut dibangun pada 1912, setelah Tjokroaminoto mengundurkan diri sebagai juru tulis di Kepatihan Ngawi. Waktu itu ia memboyong keluarganya hijrah ke Surabaya. Di Surabaya, mereka tinggal di sebuah perkampungan padat penduduk, tepatnya di Jalan Peneleh Gang 7. Mengutip situs Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, waktu itu Pak Tjokro hanya Ketua Sarekat Islam. Penghasilannya tak seberapa, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Oleh karena itu, istrinya yakni Soeharsikin membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Ia menyulap bagian belakang rumah dan loteng menjadi bilik-bilik kamar indekos sekitar tahun 1912. Rumah tersebut dibagi menjadi 10 kamar-kamar kecil. Termasuk ruang di bagian loteng. Sedangkan keluarga Pak Tjokro tinggal di bagian depan rumah. Indekos tersebut terbuka bagi para pelajar sekolah-sekolah Belanda. Seperti Hoogere BurgerSchool(HBS), Meer Uitgebred Lager Onderwijs (MULO), Middelbare Technise School (MTS), maupun Nederlands Indische Artsen School (NIAS). Dengan segala kesederhanaan dan apa adanya, Soekarno dan beberapa tokoh lainnya pernah tinggal di kos tersebut. Sebut saja seperti Semaoen, Musso, Alimin, Kartosoewirjo dan lain-lain. Anak-anak yang indekos di rumah keluarga Tjokroaminoto banyak belajar mengasah jiwa nasionalisme dari sang empunya rumah. Mereka juga belajar ketika para tamu yang merupakan tokoh-tokoh pembaharu Islam melancong ke rumah Pak Tjokro. Rumah Pak Tjokro sering dijadikan markas para tokoh Sarekat Islam untuk berdiskusi.

Indekos tersebut semakin redup sepeninggal Bu Tjokro pada 1921. Penjaga museum, Cornelius Haris menerangkan rumah ini sempat dijual sepeninggal istri Tjokroaminoto. Rumah ini kan dijual (oleh Pak Tjokro) sekitar tahun 1921 (sepeninggal Bu Soeharsikin). Lalu sama pemilik berikutnya (rumah ini) dibagi dua, sehingga (museum) yang ada saat ini hanya bagian depan rumah. Untuk area dapur, kamar mandi dan ruangan lainnya itu di (bagian) rumah yang belakang. Jadi, yang tampak saat ini hanya bagian depan rumah Pak Tjokro waktu itu. Termasuk bagian loteng yang menjadi kamar kos Bung Karno.[b]

Posting Komentar

0 Komentar